Sabtu, 04 September 2010

MAKNA MUKMIN

Iman menurut bahasa adalah membenarkan. Sewaktu kecil penulis pernah ngaji di salah satu pesantren salaf disitu diajari mata pelajaran tauhid sebutlah aqidatul awam, dikatakan apa yang dimaksud dengan iman?
Iman ialah “Iqraru bil-lisan, wa tasdiqu bil-qalbi, wal a’malu bil-arkan aw bil-afāl” yang dimaksud iman yaitu: sebuah keyakinan yang diucapkan dengan lisan diyakini di dalam hati dan diamalkan dalam perbuatan.
Jadi dari konteks di atas iman itu adalah perpaduan dari ketiga pilar, atau dengan kata lain iman itu dibagi dalam tiga tingkatan yaitu,
Iqraru bil-lisan Pengakuan dengan lisan, maksudnya seseorang benar-benar mangakui akan adanya Allah sebagai Tuhan dan tidak ada sesembahan selain Dia. Namun tingkatan iman yang (pertama) demikian ini sering kali mengalami keguncangan ketika terjadi problem dalam hidupnya, seperti kekurangan ekonomi, kematian, kena fitnahan. Cepat perpaling kepada kekufuran dan tidak ridha terhadap keputusan Allah swt.
Inilah kebanyakan iman orang awam dari masyarakat kita, yang sering kali menyalahkan Allah jika sedang diberi karunia berupa ujian dari-Nya. Padahal Allah pernah berfirman dalam hadis qudsi, “Barangsiapa yang tidak ridha dengan keputusanKu dan tidak sabar atas ujianKu maka hendanya carilah Tuhan selain Aku.”
Tashdziqu bil-qalbi meyakini di dalam hati, Jadi hatinya benar-benar yakin bahwa tiada sesembahan selain Allah. Yang menghidupkan dan dan mematikan hanya Dia. Sumer dari segala sumber.
Tiada tempat bergantung dan bersandar kecuali hanya kepada Allah. Jadi Allah swt sudah menjadi nafas keidupan. Hidupnya senantiasa bersama Allah swt.
Dan tingkatan Iman yang demikian ini adalah iman yang sangat sulit untuk dicondongkan. Berbeda dengan tingkatan iman yang pertama, karena dalam tingkatan yang kedua ini iman seseorang benar-benar telah tertancap dalam hati yang paling dalam sehingga sangat sulit di dicondongkan walau diintimidasi, diteror, atau dibunuh sekalipun.
Dan ini pernah dilakonkan oleh seorang shalihah pada jaman rezim Fir’aun. Yaitu Ibunda Masithah. Beliau beserta keluarganya rela dimasukkan kedalam tungku yang berisi air mendidih demi mempertahankan akidah keimanan terhadap Allah swt.
Juga pernah terjadi pada sahabat nabi saw Bilal bin Rabbah r.hu, Rela dipukul dan dijemur di padang pasir dengan mengenakan baju besi. Demi mempertahankan akidahnya ”Ahad,Ahad, Ahad”
Juga sahabat Khubab bin Arat, yang disisir kepalanya dengan besi membara serta diletakkan pada punggungnya batu membara sehingga menurut peneuturannya sediri bara api itu tidak padam kecuali dengan darahnya yang mengalir demi mempertahankan Akidah dan keyakinannya.
Juga sahabat Hubaib bin ’Adi, yang tubuhnya dipotong satu persatu. Namun tetap tegar dengan nama Allah swt. [1]
Dan masih banyak sahabat-sahabat nabi yang mengalami penyiksaan seperti itu demi mempertahankan akidah dan keyakinannya.
Demikianlah hebatnya kekuatan iman jika sudah merasuk ke dalam hati. Sulit dilepaskan meskipun nyawa harus menjadi taruhannya.
A’malu bil-arkan diamalkan dalam perbuatan. Jadi perilaku kesehariannya adalah cerminan orang beriman. Berjalannya, makannya, bergaulnya, cara berpikirnya; dan sebagainya. Dan inilah perilaku Rasulullah saw beliaulah teladan dalam berIslam berIman dan berIhsan dalam kehidupan bagi seluruh manusia hingga hari Kiamat.
Sedangkan yang disebut dengan Mukmin adalah orang yang telah mengakui dengan lisannya tentang adanya Allah swt, dan meyakini-Nya di dalam hati, kemudian mengamalkan keyakinannya tersebut dalam perbuatan sehari-hari. Dalam artian Mukmin itu adalah orang yang telah mengejawantahkan Pilar Iman dalam kehidupan kesehariannya.
Jika dalam bab Islam yang disebut Muslim adalah yang penting mengerjakan perintah Allah seperti shalat atau dalam artian ibadah dinilai dari dhahirnya saja. Maka dalam bab iman ini yang disebut dengan Mukmin adalah ketundukan dalam hati seperti shalat yang dinilai adalah pada kekhusyukannya di dalam shalat.
Yakni ibadah dinilai dari batinnya. Jadi bukan hanya sekedar mengerjakan shalat tapi lebih dari itu khusyuk dalam shalatnya. Sebagaimana yang diterangkan dalam al-qur’an tentang kriteria orang Mukmin,
”Sungguh beruntung orang-orang mukmin, yaitu mereka yang khusyuk di dalam shalatnya.” (Qs. al-Mukminun: 1-2)

Jadi yang dimaksud dengan Mukmin ialah seseorang tersebut benar-benar mangakui akan adanya Allah swt sebagai Tuhan dan tidak ada sesembahan selain Dia. Dan meyakini Allah swt di dalam hatinya, dalam artian hatinya benar-benar yakin bahwa yang menghidupkan dan mematikan hanya Allah. Tiada tempat bergantung dan bersandar kecuali hanya kepada Allah swt. Allah swt sudah menjadi nafas kehidupan. Hidupnya senantiasa bersama Allah swt.
Nah, hidup yang senantiasa bersama Allah itu ia ejawantahkan dalam perbuatan sehari-hari. Jadi perilaku kesehariannya adalah cerminan orang Mukmin . Berjalannya, makannya, bergaulnya, cara berpikirnya, dan sebagainya.
Dan orang Mukmin sejati dalam kehidupan ini tidak lain adalah Rasulullah saw, beliaulah prototipe Mukmin sejati, hal itu bisa kita lihat dalam sirah nabi, yang mana aktivitas beliau mulai bangun tidur hingga tidur kembali adalah cerminan orang Mukmin. Beliau senantiasa menghambakan diri kepada Allah swt, mendahulukan kepentingan umatnya, menyayangi hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Oleh karenanya jika ingin menjadi mukmin sejati contoh dan teladanilah Rasulullah saw. Sebab hanya beliau teladan yang paripurna, dan beliaulah Mukmin sejati. Teladani beliau dengan mengejawantahkan rukun iman dalam kehidupan.
Secara pokok iman memiliki enam rukun sesuai dengan yang disebutkan dalam hadis Jibril tatkala ia bertanya kepada Nabi saw tentang iman, lalu beliau menjawab,
”Iman adalah engkau percaya kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, dan percaya kepada taqdir-Nya, yang baik dan yang buruk.”

[1] Sosok Para Sahabat Nabi saw

Tidak ada komentar: