Sabtu, 04 September 2010

MENYATAKAN DUA KALIMAH SYAHADAT Makna ”Lailaha illallah”

Makna Lailaha illallah adalah meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah swt. Yang berarti upaya menyerahkan segala bentuk ibadah hanya kepada Allah ‘Azza wa Jalla Pencipta alam semesta, serta menjauhkan semua bentuk peribadatan kepada selain-Nya. Lailaha illallah atau tauhid memiliki kedudukan yang paling tinggi dalam Islam. Sebab tauhid merupakan hak Allah yang paling besar atas para hamba-Nya.
Maka orang yang memahami tauhid atau Lailaha illallah ialah mereka yang tunduk, patuh, dan taat kepada Allah swt. Sehingga segala bentuk aktifitas dalam kehidupannya adalah ibadah kepada-Nya. Caranya adalah dengan menjalankan kehidupan ini dengan menjadikan al-qur’an dan as-sunnah sebagai dasar acuan aktifitas kehidupan, baik dalam hal keyakinan, hukum halal-haram, dalam berakhlak, bermuamalah, dan lain sebagainya.

Maka tidak boleh seseorang Muslim mempersempit makna ibadah. Karena ibadah bukan hanya jenis amal-amal yang terkait dengan masjid saja. Seperti: shalat, haji, puasa, zakat dan semisalnya. Ibadah itu meliputi segala aktifitas di rumah, di kantor, di pasar, di jalan, dalam politik, hukum dan lain-lain.
Dengan demikian seseorang Muslim yang mengamalkan La ilaha illallah senantiasa meniatkan dan menujukan segala aktifitas kehidupannya hanya kepada Allah swt, dengan menggunakan pedoman al-qur’an dan as-sunnah serta ilmu pengetahuan diniah.
Dalam hadis yang terkenal dari shahabat yang mulia Mu’adz bin Jabal r. hu, Rasulullah saw bertanya kepadanya :

عَنْ مُعَاذٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كُنْتُ رِدْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ يُقَالُ لَهُ عُفَيْرٌ فَقَالَ يَا مُعَاذُ هَلْ تَدْرِي حَقَّ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ قُلْتُ اللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ فَإِنَّ حَقَّ اللهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَحَقَّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya dan hak hamba-hamba-Nya atas Allah?” Mu’adz menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah saw bersabda : “Hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan hak hamba atas Allah Dia tidak akan menyiksa hamba-Nya yang tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun” (Hr. Bukhari dan Muslim)[1]

Juga dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin Umar r.hu bahwa Nabi saw bersabda :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسَةٍ عَلَى أَنْ يُوَحَّدَ اللهُ …
“Agama Islam dibangun di atas lima dasar Syahadah bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah (la ilaha illallahu)...” (Hr. Bukhari dan Muslim)[2]

Oleh karenanya pernyataan La ilaha illallah adalah merupakan pedoman yang sempurna bagi kehidupan. Ia akan terealisasi jika mempersembahkan setiap ibadah hanya untuk Allah swt. Hal itu akan terwujud apabila seorang muslim tunduk dan patuh kepada Allah, dengan kata lain penyerahan total segenap perintah dan tingkah laku manusia yang ditunjukkan dengan comitmen dan consisten 100% terhadap segala aktifitas kehidupannya hanya berdasar dan bersumber dari Allah swt.

Seseorang yang telah menjadikan Allah sebagai nafas kehidupannya maka ia tidak akan gentar oleh apapun yang menimpa dirinya. Contoh yang paling nyata dalam kehidupan ini adalah Rasulullah saw, suatu ketika beliau tidur di bawah pohon besar, digantungkannya pedang di atas pohon, tiba-tiba datang orang kafir mengacungkan pedangnya tepat dileher Nabi saw, seraya berkata “Muhammad siapa sekarang yang akan menolongmu?” dengan tenang Rasulullah saw menjawab, “Allah!”. Seketika itu tubuh orang kafir langsung gemetar dan jatuhlah pedangnya.
Demikianlah prototipe orang yang telah menjadikan Allah swt sebagai nafas kehidupan, maka suaranya saja dapat menggetarkan hati dan tubuh orang kafir.

[1] Hr. Bukhari hadis nomor: 2644, juz: IX, halaman: 459. Hr. Muslim hadis nomor: 44, juz: I, halaman: 131.
[2] Hr Muslim hadis nomor: 19, juz: 1, halaman: 101. Hr Bukhari hadis nomor: 7, juz: 1, halaman: 11.
[3] Qs. al-Jumu’ah: 5 “Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat, kemudian mereka tiada mengamalkannya adalah seperti keledai yang membawa Kitab-Kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan ayat-ayat Allah itu. dan Allah tiada memberi petunjuk kepada kaum yang zalim.”

Tidak ada komentar: