Sabtu, 04 September 2010

MENUNAIKAN HAJI KE MASY’ARIL HARAM

Ibadah haji adalah rukun Islam yang ke-lima, yang diwajibkan kepada orang-orang yang telah ”mampu”. Secara umum, tujuan pokok ibadah haji sebagaimana disebutkan dalam surat al-Hajj 27-28, adalah “agar manusia menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan agar mereka mengingat dan menyebut nama Allah”.
Ibadah haji merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam yang telah sanggup untuk melaksanakannya, baik itu secara jasmani maupun secara rohani. Sanggup berarti mampu menyediakan bekal selama diperjalanan sampai pulang ke negerinya. Sanggup juga bermakna mempunyai harta untuk keluarga yang ditinggalkannya selama melaksanakan ibadah haji. Dengan demikian Seorang fakir yang tidak mempunyai harta untuk menghidupi diri dan kelurganya maka tidaklah wajib melaksanakan ibadah haji.
Dan begitu juga ketika seseorang memiliki harta yang cukup untuk perbekalan tetapi tidak ada kendaraan untuk pergi melaksanakan ibadah haji karena tempatnya yang jauh dan tidak bisa ditempuh dengan berjalan kaki maka tidaklah wajib ibadah haji. Haji tidak wajib bila ada kendaraan akan tetapi perjalanannya tidak aman atau akan mendapatkan berbagai macam bahaya. Makna “mampu” bukan hanya mampu secara material, melainkan juga mampu secara mental dan spiritual dan ini yang terpenting.
Sebelum pergi haji, seseorang harus sudah membersihkan dirinya dari jeratan duniawi (dimanasik dulu) dan sebaik-baik bekal untuk melaksanakan ibadah haji adalah taqwa.
Persiapan menjelang ibadah haji adalah dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah swt. Artinya seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji sudah tergambar kebersihan dirinya sebelum melaksanakan ibadah haji tersebut. Ditunjukkan dengan shalat yang tepat waktu dan khusyuk, suka berderma, memuliakan anak yatim dan fakir miskin, rajin mengerjakan amalan-amalan sunnah yang kesemuanya itu ia lakukan semata mencari ridha Allah swt.
Sehingga sepulang dari haji nantinya, dia dapat menerapkan segala simbol yang dilaluinya selama ibadah haji di masaril haram dalam kehidupan sehari-hari setelah kembali ke negaranya masing-masing.
Bukan sepulang dari haji malah melakukan korupsi secara lihai, pandai membohongi masyarakat. Pergi haji juga bukan untuk menutupi kecacatan aib dalam politik seseorang. Bukan untuk menebus dosa politik! Tapi sebaliknya pergi haji adalah bertujuan untuk meningkatkan mutu kemanusiaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Ibadah haji menjadikan hidup bersih, hidup benar, dan hidup tidak menyakiti orang lain.
Karena Allah swt telah berfirman,
“… Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan…” (Qs. al-Baqarah: 197)
Menurut ayat di atas artinya seseorang yang telah berihram (memakai baju ihram) dilarang melakuakan tiga hal yaitu, rafats atau aktivitas seksual, tindakan fisik, dan berbantah-bantahan.

Pertama tidak boleh rafats, berihram sebenarnya merupakan lambang penyucian batin. Dalam artian berihram mengandung makna melepaskan dan membebaskan diri dari lambang material dan ikatan kemanusiaan, mengkosongkan diri dari mentalitas keduniawiaan, membersihkan diri dari nafsu serakah angkara murka, kesombongan serta kesewenang-wenangan. Oleh karenanya pelaku haji harus mengenakan pakaian sederhana yang berupa balitan kain putih tanpa jahitan. Dalam upaya menyucikan jiwa, manusia harus bisa meredam gejolak birahinya. Sehingga semua hal yang mengarah pada pembangkitan nafsu birahi harus ditiadakan!
Kedua larangan berbuat fisik. Perbuatan fisik yang dimaksud ialah perbuatan yang menyimpang atau melangar hukum Allah swt. Pebuatan keji dan mungkar sebagaimana diterangkan pada ayat di atas tidak boleh dilakukan. Dalam pengertian fisik ketika berihram adalah membunuh. Baik membunuh manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Maksud pelanggaran dalam berihram ini, agar seseorang sepulangnya dari perjalanan haji tidak berbuat aniaya terhadap makhluk hidup dan tumbuh-tumbuhan. Apalagi membunuhnya. Kalau toh akan melakukan penebangan itu tidak sampai menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Inilah ajaran Islam! Ajaran yang indah dalam kahidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ketiga larangan bertengkar. Artinya segala macam bentuk pertengkaran dilarang! Dalam berihram tidak ada lagi perdebatan dan bantah-bantahan saling mencaci dan lain sebagainya. Kalau kita bayangkan, alangkah harmonisnya kehidupan negeri ini, bila orang-orang yang telah pergi haji itu bisa menerapkan perinsip-prinsip berihram dalam kehidupan sehari-hari. Bukan hanya sebatas formalitas-dhahirnya saja.
Sebab apalah artinya bila tata cara berihram itu dilakukan sebatas formalitas? Apa gunanya haji berkali-kali bila ibadah ihram itu tidak lagi membekas? Kalau mau jujur, banyak orang yang naik haji itu kehilangan makna sepiritualnya. Kehilangan ”ruhnya” haji. Padahal seharusnya orang yang telah berhaji diharapkan sekembalinya dari tanah suci terjadi perubahan perilaku yang siknifikan. Tercermin dengan tambahnya rasa takut kepada Allah swt yang ditandai dengan ibadahnya yang semakin meningkat. Hubungan kepada sesama makhluk Allah semakin bagus dan indah yang ditunjukkan dengan berbudi pekerti yang luhur dalam setiap langkah hidupnya.
Maka yang perlu ditradisikan oleh segenap umat Islam umumnya dan jamaah haji khususnya senantiasa merubah pikiran dan cara berpikirnya, sikap serta perilaku tindakan yang lebih bermanfaat untuk masyarakat dan orang lain, jangan sampai memiliki persepsi bahwa ibadah haji itu hanya untuk Allah, justru yang paling penting adalah ibadah haji itu diperuntukkan bagi sesama manusia dengan cara selalu menjaga, menghormati, menghargai serta saling menjunjung tinggi martabat manusia. Sebagai wujud dari perilaku ihsan yaitu senantiasa merasa dilihat oleh Allah swt dalam keadaan yang bagaimanapun. Dan senantiasa mengingat dan menyebut nama-Nya.
Inilah yang disebut dengan haji mabrur. Haji yang mampu mentransformasikan pribadi menjadi insan shalih dan berbudi luhur, haji yang mampu menghadirkan pribadi Rasulullah saw dalam jiwa mereka, haji yang menjadikan seseorang semakin taat terhadap Allah dan rasul-Nya. Semakin peduli terhadap lingkungan, tanaman dan sebagainya. Inilah haji yang dalam hadis Nabi dijanjikan dengan surga.
”Wal hajjul mabruru laisa lahul jazāu illal jannah.” Tidak ada balasan yang pantas bagi haji mabrur kecuali surga.”
Ibadah haji mengandung banyak hikmah besar dalam kehidupan rohani seorang Muslim, serta mengandung kemaslahatan bagi seluruh ummat Islam pada sisi agama dan dunianya. Diantara hikmah itu adalah:
Ø Haji merupakan manifestasi ketundukan kepada Allah swt semata. Orang yang menunaikan ibadah haji meninggalkan segala kemewahan dan keindahan, dengan mengenakan busana ihram sebagai manifestasi kefakirannya dan kebutuhannya kepada Allah, serta menanggalkan masalah duniawi, dan segala kesibukan yang dapat membelokkannya dari keikhlasan menyembah Tuhannya.
Ø Melaksanakan ibadah haji merupakan ungkapan syukur atas nikmat harta dan kesehatan. Dalam haji ungkapan syukur atas kedua nikmat terbesar ini dicurahkan, dan dalam haji pula manusia melakukan perjuangan jiwa raga, menafkahkan hartanya dalam rangka mentaati, serta mendekatkan diri kepada Tuhannya.
Ø Haji menempa jiwa agar memiliki semangat juang tinggi. Dalam hal ini dibutuhkan kesabaran, daya tahan, kedisiplinan, dan akhlak yang tinggi agar manusia saling menolong satu sama lain.
Ø Umat Islam dari berbagai penjuru dunia berkumpul pada pusat pengendali roh dan qolbu mereka. Segala perbedaan antara manusia menjadi sirna, mereka semua bersatu dalam suatu konferensi manusia terbesar, yang diwarnai kebaikan, kebajikan dan permusyawarahan, serta sikap saling menasehati, saling menolong dalam kebaikan. Tujuan utamanya adalah mengingatkan diri pada Allah swt.
Ø Haji menyimpan kenangan di hati, mampu membangkitkan semangat ibadah yang sempurna dan ketundukan tiada henti kepada perintah Allah swt. Serta mengajarkan keimanan yang menyentuh jiwa dan mengarahkannya pada Tuhan dengan sikap taat dan menghindari kesenangan duniawi.
Subhanallah, alangkah indahnya kehidupan Republik ini jika orang yang pergi haji mau memahami dan menerapkan makna-makna simbol di dalam rangkaian ibadah haji! Yang hasil ahirnya seseorang yang selesai menunaikan ibadah haji senantiasa mengingat dan menyebut nama Allah swt kapan pun, dimana pun dan dalam keadaan yang bagaimanapun.

Wallhu a’lam

Tidak ada komentar: