Sabtu, 04 September 2010

PUASA RAMADHAN DENGAN IKHLAS KARENA ALLAH SWT

Puasa dibulan Ramadlan adalah rukun Islam yang ke-empat. Adalah ayat yang sangat populer ditelinga kita yang setiap kali datang bulan ramadlan pasti dibaca oleh mubaligh-mubaligh dan para dai. Yaitu firman-Nya,
$yg•ƒr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä |=ÏGä. ãNà6ø‹n=tæ ãP$u‹Å_Á9$# $yJx. |=ÏGä. ’n?tã šúïÏ%©!$# `ÏB öNà6Î=ö7s% öNä3ª=yès9 tbqà)­Gs? ÇÊÑÌÈ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa.” (Qs. al-Baqarah [2]:183)
Ayat ini menegaskan bahwa yang wajib berpuasa adalah orang-orang yang beriman dan inti dari berpuasa ialah menjadikan setiap pelakunya menuju taqwa kepada Allah swt.
Orang yang berpuasa berarti diperintahkan untuk bertakwa kepada Allah, yakni dengan mengerjakan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Inilah tujuan agung dari disyari’atkan puasa. Jadi bukan hanya sekedar melatih untuk meninggalkan makan, dan minum.
Terlebih dari itu kita dilatih untuk bisa mengendalikan nafsu sahwat yang nyata [makan, minum, menggauli istri, dan lain sebagainya] dan nafsu sahwat samar [keinginan menjadi populer, menghibah, ingin menjadi ini dan itu, dan lain sebagainya]. Yang hasilnya adalah menjadi insan muttaqin.
Maka dalam berpuasa itu juga mengandung makna syahadat, zakat dan shalat. Sebab orang yang berpuasa bisa merasakan penderitaan orang-orang fakir miskin dan kaum dhuafa’, dari situlah akan muncul rasa empati terhadap fakir miskin dan kaum dhuafa’ sehingga hati terdorong untuk memberi dan memuliakan mereka, nah memberi inilah diwujudkan dengan mengeluarkan zakat fitrah sebagai penyempurna amal ibadah puasa dibulan ramadlan.
Dalam puasa bukan hanya menahan lapar dan dahaga tapi juga menahan hawa nafsu yang meledak-ledak. Dalam artian meledak-ledaknya nafsu syahwat di hari-hari biasa, dapat dikendalikan pada bulan puasa sehingga puasa akan terasa sangat nikmat bila kita meng-Allah-kan Allah alias mempersembahkan amal ibadah kita hanya untuk Allah semata. Sedangkan meng-Allah-kan Allah itu sendiri adalah bukti dari pada shalat yang khusyuk. Shalat khusyuk bisa tercipta jika seseorang mengamalkan syahadat dengan baik dan benar serta ikhlas dalam kehidupan.
Oleh karenanya apabila kita membaca ayat tersebut [Qs. al-Baqarah [2]:183], maka tentulah kita mengetahui apa hikmah diwajibkan puasa, yakni takwa dan menghambakan diri kepada Allah swt.
Adapun takwa itu sendiri adalah berusaha sekuat tenaga mengerjakan perintah-perintah Allah swt dan meninggalkan segenap larangan-larangan-Nya. Serta menghormati dan menyayangi sesama makhluk Allah dimuka bumi. Nabi Muhammad saw bersabda,
“Barangsiapa yang tidak bisa meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta maka Allah tidak butuh terhadap amalan [dia] meninggalkan makanan dan minumannya.” (Hr. Bukhari)
Berdasarkan dalil ini, maka diperintahkan dengan kuat terhadap setiap orang yang berpuasa untuk mengerjakan segenap kewajiban, demikian juga menjauhi hal-hal yang diharamkan-Nya baik berupa perkataan maupun perbuatan. Perintah untuk tidak mencela, ghibah (menggunjing orang lain), berdusta, mengadu domba antar manusia, menjual barang dagangan yang haram, dan menjahui semua hal yang dapat melalaikan dari ketaatan kepada Allah swt, serta menjauhi segala bentuk keharaman lainnya.
Apabila seseorang mengerjakan kebaikan itu dalam satu bulan penuh dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah swt. Maka Allah swt akan mengampuni dosa-dosanya yang telah berlalu, dan menjanjikan surga-Nya. Yang mana hasil akhir atau dampak dari berpuasa sebulan penuh yang dilakukan hanya dengan mengharapkan ridha Allah swt adalah menjadi hamba yang semakin mendekatkan diri kepada Allah dan takut kepada Allah dengan kualitas Islam dan Iman yang terus meningkat didalam perilaku kehidupan.
Inilah balasan bagi orang yang berpuasa dengan sungguh-sungguh, dalam artian puasa yang dilakukan benar-benar berusaha sekuat tenaga untuk menghindarkan diri segala hal-hal yang membatalkan puasa dan segenap perbuatan yang dilarang oleh-Nya sehingga hasil yang dicapai nantinya adalah insan muttaqin.
Akan tetapi betapa sedihnya, kebanyakan orang yang berpuasa tidak membedakan antara hari puasanya dengan hari berbukanya. Mereka tetap menjalani kebiasaan buruk yang biasa mereka lakukan yakni meninggalkan kewajiban-kewajiban dan mengerjakan keharaman-keharaman. Mereka tidak mendapatlan pahala puasa Ramadhan, Naudzubillah min dzalik.
Dibalik itu semua yang tak kalah pentingnya dalam berpuasa adalah Allah menjadikan kesehatan baginya dan juga tubuhnya, sehingga mengapa Allah memerintahkan puasa bagi umatnya hal ini karena kasih sayang-Nya terhadap para hamba-hamba-Nya dengan tujuan agar para hamba-Nya memiliki badan yang senantiasa sehat karena didalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Hal ini tidak hanya Allah perintahkan kepada kita saja melainkan juga kepada orang-orang terdahulu sebelum kita. Karena hal ini dimaksudkan jika kita berpuasa maka secara otomatis dalam tubuh kita metabolisme akan berjalan dengan baik sehingga membuat badan kita sehat dan jiwa kita yang kuat.
Jika kita beribadah kepada Allah swt dalam kondisi badan sehat dan kuat maka insya Allah akan menambah kekhusukan kita dalam melakukan peribadatan tersebut, karena badan kita dikaruniai kesehatan oleh-Nya. Sehingga kita bisa merasakan manisnya iman pada saat beribadah kepada Allah, shalat semakin khusuk dan mantab. Yang ada adalah syukur dan syukur kepada Allah swt. Dan semoga kita dikaruniakan oleh-Nya ketambahan iman serta digolongkan menjadi manusia yang mulia dihadapan-Nya, insya Allah.
Oleh karenanya Ramadlan adalah bulan kemuliaan bagi orang yang cerdas akal dan nalarnya. Itulah sebabnya, bagi seseorang yang al-kayyis (cerdas nalar dan akal)-nya selalu berharap setahun itu menjadi bulan Ramadlan selamanya.
Sungguh menjadi kerugian terbesar, jika Ramadlan tidak mengalami Perubahan Perilaku, untuk menjadi lebih baik, benar lagi lurus. Ramadlan dengan puasa merupakan saranan yang tepat untuk menjadi seseorang berkepribadian menarik, harmonis, energik, tawadhu’ dan satun. Maka, tidak ada hubungannya orang puasa dengan loyo.
Sebaliknya, dengan puasa seseorang menjadi lebih: energik, dinamis, sehat, menarik, harmonis, dan satun serta rendah hati di keseharian hidupnya. Karena dengan puasa otak menjadi semakin jernih dan cerdas. Nafsu syahwat menjadi terkendali. Tekanan darah cenderung stabil. Dan, gerak kehidupan menjadi lebih terkontrol. Dan inilah yang dimaksud dengan pribadi muttaqin! Pribadi yang senantiasa energik, dinamis, sehat, menarik, harmonis, sabar, syukur dan satun di keseharian hidupnya.
Pada akhirnya puasa membuat orang menjadi pribadi muttaqin, pribadi yang muttaqin ditunjukkan dengan sikapnya yang senantiasa berada dalam aturan Allah dan rasul-Nya. Menghindari perbuatan keji dan munkar, berlaku baik kepada tetangga, memberi makan fakir miskin, tidak menyia-nyiakan anak yatim, rendah hati dalam kehidupan.
Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar: